Sandal Jepit Ma’ruf
Sebenarnya artikel ini tidak terlalu
penting, tapi bisa teman teman baca ketika luang.
Perkenalkan namaku Ma’ruf Cahyadi yaps.. ini ceritaku masa lalu
ketika aku SD. Aku tinggal di dusun yang berlokasi dipuncak pegunungan, waktu
aku SD aku adalah anak yang imut, nggemesin, aneh, lucu, tapi nakal itulah yang
saya tangkap ketika teman-teman dan orangtuaku bilang. Setidaknya ketika aku di
SD sudah menorehkan tinta EMAS, setidaknya aku pernah juara kelas 1 kali, aku
raih kelas 1, di triwulan 1, dan lebih konyolnya lagi hanya sekali itu waktu SD
mendapatkan Ranking 1, setelah itu tidak mendapatkan ranking. SD tahun 2000
awal milenium. Aku terlahir di keluarga sederhana di rumah kampungan dengan
tembok anyaman bambu yang kami bilang “gedhek”. Rumah ku terletak agak di atas
tebing yang memisahkan kebon pekarangan keluargaku dengan jalan dan pekarangan
tetangga. Kata tetanggaku pekaranganku angker, ya sering di jumpai suara-suara
aneh waktu siang hari, ataupun waktu malam hari, sampai-sampai simbah saya pun
takut ketika mampir di rumahku karena terdengar suara prajurit yang baris
dengan suara sepatu “prok-prok-prok-prok” (yaa... kayak orang lagi baris
paskibra begitulah..). Jarak antara rumahku dengan tetangga relatif jauh 100
meter-an. Barat pekarangan ada persawahan setelah itu makam, di utara pada
waktu tahun 2000an hanyalah pekarangan yang tak terawat, di timur dan selatan
baru ada tetangga.
Pendidikanku di mulai dari pelajaran yang aku dapatkan dari
Orangtuaku, mulai bicara, memegang sendok, minum, dll, hingga mulai menulis, ya
meski hanya beberapa huruf di usia 3 tahun sudah bisa menulis, mengenal partai
pun tau meski hanya beberapa. Belajar dari alam dan dengan alam, entah mengapa
ini yang aku lakukan ketika kecil seperti ketika hujan di usia masih dini saya
di perbolehkan hujan hujan dan renang di genangan air, hingga basah dan pada
malam harinya saya pun kadang panas dan inilah spesialnya aku diberikan
pelajaran yang berharga agar tidak gampang meriang selanjutnya karena dari
kecil sudah mengila dengan alam.
Belajar dari orang tua yang tani, aku membantu menabur benih bengkoang, dan
memanennya, disini aku belajar berproses bahwa untuk menikmati sesuatu butuh
waktu, dan tidak instant. To Be Continue
0 komentar:
Posting Komentar